Kamis, 15 November 2012

KOMITMEN ORGANISASIONAL (MSDM)

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


1.      Komitmen
                      a.      Pengertian Komitmen
Menurut Mathis dan Jackson komitmen adalah derajat  yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Sedangkan Mowdey menyebutkan komitmen merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota organisasi. Disamping itu Lincoln menyatakan komitmen itu mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada organisasi.[1]
Luthans menyatakan komitmen merupakan keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi, serta suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap nilai- nilai dan tujuan-tujuan organisasi. Selain itu Mayer dan Allen mengidentifikasi tiga tema berbeda dalam mendefenisikan komitmen. Ketiga tema tersebut adalah komitmen sebagai ketertarikan pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance commitment), dan komitmen  sebagai kewajiban untuk tetap dalam organisasi (normative commitment).[2]
Hunt dan Morgan mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi bila :
1)     Memiliki kepercayaan dan menerima tujuan dan nilai organisasi
2)     Berkeinginan untuk berusaha kearah pencapaian tujuan organisasi
3)     Memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan sebagai anggota organisasi.[3]
Di samping itu Spector menyebutkan dua perbedaan konsepsi tentang komitmen, yaitu sebagai berikut :
1)     Pendekatan pertukaran (exchange approach).
Dimana komitmen organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan organisasi terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang didasari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi.
2)      Pendekatan psikologis
Dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organsasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan sesorang dengan organisasi.[4]
Jhon M. Ivancevich, Robert Konopaske dan Michael T. Mattesom menyebutkan bahwa komitmen melibatkan tiga sikap, yaitu:
1)     Rasa identifikasi dengan tujuan organisasi.
2)     Perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi
3)     Perasaan setia terhadap organisasi
Orang yang memiliki komitmen cenderung tidak berhenti dan menerima pekerjaan lain. Oleh karena itu , tidak muncul biaya pergantian karyawan yang tinggi, sebagai tambahan, karyawan berkomitmen dan sangat terampil memerlukan pengawasan yang lebih sedikit. pengawasan yang ketat dan proses pengendalian pengawasan yang kaku menghabiskan banyak waktu dan biaya. Lebih lanjut lagi, seorang karyawan yang berkomitmen mempersepsikan nilai dan pentingnya integrasi dan tujuan individu dan organisasi. Karyawan berpikir mengenai tujuan dirinya dan organisasi sebagai hal pribadi.[5]

                      b.     Bentuk-Bentuk Komitmen
Meyer, Allen dan Smith mengemukakan bahwa ada tiga komponen komitmen, yaitu :
1)      Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.
2)      Continuance commitment, muncul apabila karyawan tetap berharap pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan pekerjaan lain.
3)      Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.[6]
Summer dan Acito mendefenisikan affective commitment, continuence commitment dan normative commitment sebagai berikut:
1)     Affective commitment adalah tingkat ketertarikatan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik perasaan mengenai organisasi. Komitmen dalam jenis ini muncul dan berkembang oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang dirasakan oleh anggota, semakin tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.
2)     Continuance commitment dapat didefenisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi karena biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Dalam kaitannya dengan ini anggota akan mengalkulasi manfaat dan pengorbanan atas keterlibatan  dalam atau menjadi anggota suatu organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar dari organisasi semakin tinggi.
3)     Normative commitment adalah keterikatan anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitannya dengan ini sesuatu yang mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan suatu organisasi, baik materi maupun non materi. Dengan adanya kewajiban moral seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
Menurut Kanter ada tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu :
1)     Komitmen berkesinambungan (continuence commitment), yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2)     Komitmen terpadu (cohesion commitment), yaitu komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.
3)     Komitmen terkontrol (control commitment), yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkan.[7]
Dari tiga pendapat di atas, baik pendapat Meyer, Summers dan Acito maupun Kanter memiliki pendapat yang sama bahwa komitmen organisasional di kelompokkan menjadi tiga, hanya istilahnya saja yang berbeda. Spector, Summers dan Acito memberi nama tiga kelompok itu sebagai : a) affective commitment, b) Continuance commitment, c) Normative commitment sedangkan Kanter mengelompokkan komitmen organisasional menjadi : a) Continuance commitmen, b) Cohesion commitment, c) Control Commitment.

                       c.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen karyawan pada organisasi ditentukan oleh sejumlah faktor. Menurut Steers  ada tiga faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1)     Ciri pribadi pekerjaan, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
2)     Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja
3)     Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya sebagai organisasi.[8]
Sedangkan David mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1)     Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, kepribadian.
2)     Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3)     Karakteristik struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerjaan dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4)     Pengalaman kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki komitmen yang berlainan.[9]
Stum mengemukakan ada lima faktor yang berpengaruh terhadap komitmen, yaitu :
1)     Budaya keterbukaan
2)     Kepuasan kerja
3)     Kesempatan personal untuk berkembang
4)     Arah organisasi
5)     Penghargaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan[10]
Sedangkan Young mengemukakan ada delapan faktor yang secara positif berpengaruh terhadap komitmen:
1)     Kepuasan terhadap promosi
2)     Karakteristik pekerjaan
3)     Komunikasi
4)     Kepuasaan terhadap kepemimpinan
5)     Pertukaran ekstrinsik
6)     Pertukaran intrinsik
7)     Imbalan ekstrinsik
8)     Imbalan intrinsik[11]
Selain itu Steers dan Porter mengemukakan ada sejumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1)     Faktor personal yang meliputi job expectations, psycological contract, job choice factors, karakteristik personal, keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal.
2)     Faktor organisasi, meliputi initial work experience, job scope, supervision, goal consistency organisazional. Semua faktor itu akan membentuk atau memunculkan tanggung jawab.
3)     Faktor non organisasional,  yang meliputi availability of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih baik, tentu karyawan akan meninggalkannya.[12]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah :
1)     Faktor personal
2)     Faktor organisasional
3)     Faktor non organisasional.



[1]  Sopiah, Perilaku Organisasional, Yogyakarta : Andi, 2008, hlm. 155
[2] Edy Sutrisno, Budaya Organisasi, Jakarta : kencana, 2008, hlm. 292
[3] Sopiah, Op. Cit., hlm. 156
[4] Ibid., hlm.157
               [5] Jhon M. Ivancevich dkk, penerjemah Gina Gania, Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1, Jakarta : Erlangga, 2005, hlm. 234
[6] Ibid.,
[7] Sopiah, Op. Cit., hlm. 158
[8] Ibid., hlm. 163
[9] Ibid., hlm. 164
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar