MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
1.
Komitmen
a.
Pengertian
Komitmen
Menurut Mathis dan Jackson komitmen adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima
tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasi. Sedangkan Mowdey menyebutkan komitmen merupakan dimensi perilaku
penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk
bertahan sebagai anggota organisasi. Disamping itu Lincoln menyatakan komitmen
itu mencakup kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada
organisasi.[1]
Luthans menyatakan komitmen merupakan keinginan yang kuat
untuk menjadi anggota dalam suatu kelompok, kemauan usaha yang tinggi untuk
organisasi, serta suatu keyakinan tertentu dan penerimaan terhadap nilai- nilai
dan tujuan-tujuan organisasi. Selain itu Mayer dan Allen mengidentifikasi tiga
tema berbeda dalam mendefenisikan komitmen. Ketiga tema tersebut adalah
komitmen sebagai ketertarikan pada organisasi (affective commitment), komitmen sebagai biaya yang harus ditanggung
jika meninggalkan atau keluar organisasi (continuance
commitment), dan komitmen sebagai
kewajiban untuk tetap dalam organisasi (normative
commitment).[2]
Hunt dan Morgan mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki
komitmen yang tinggi bila :
1) Memiliki
kepercayaan dan menerima tujuan dan nilai organisasi
2) Berkeinginan
untuk berusaha kearah pencapaian tujuan organisasi
3) Memiliki
keinginan yang kuat untuk bertahan sebagai anggota organisasi.[3]
Di samping itu Spector menyebutkan dua perbedaan konsepsi
tentang komitmen, yaitu sebagai berikut :
1) Pendekatan
pertukaran (exchange approach).
Dimana komitmen organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran
kontribusi yang dapat diberikan organisasi terhadap anggota dan anggota
terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang didasari
pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka pada organisasi.
2) Pendekatan
psikologis
Dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang
bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organsasi, yakni sikap atau
pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan
mengaitkan keadaan sesorang dengan organisasi.[4]
Jhon M. Ivancevich, Robert Konopaske dan Michael T. Mattesom
menyebutkan bahwa komitmen melibatkan tiga sikap, yaitu:
1) Rasa
identifikasi dengan tujuan organisasi.
2) Perasaan
terlibat dalam tugas-tugas organisasi
3) Perasaan
setia terhadap organisasi
Orang yang memiliki komitmen cenderung tidak berhenti dan
menerima pekerjaan lain. Oleh karena itu , tidak muncul biaya pergantian
karyawan yang tinggi, sebagai tambahan, karyawan berkomitmen dan sangat
terampil memerlukan pengawasan yang lebih sedikit. pengawasan yang ketat dan
proses pengendalian pengawasan yang kaku menghabiskan banyak waktu dan biaya.
Lebih lanjut lagi, seorang karyawan yang berkomitmen mempersepsikan nilai dan
pentingnya integrasi dan tujuan individu dan organisasi. Karyawan berpikir
mengenai tujuan dirinya dan organisasi sebagai hal pribadi.[5]
b. Bentuk-Bentuk Komitmen
Meyer, Allen dan Smith mengemukakan bahwa ada tiga komponen
komitmen, yaitu :
1) Affective commitment, terjadi apabila
karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional.
2) Continuance commitment, muncul apabila
karyawan tetap berharap pada suatu organisasi karena membutuhkan gaji dan
keuntungan-keuntungan lain, atau karena karyawan tersebut tidak menemukan
pekerjaan lain.
3) Normative commitment, timbul dari nilai-nilai
dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya
kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya
dilakukan.[6]
Summer dan Acito mendefenisikan affective commitment, continuence commitment dan normative commitment sebagai berikut:
1) Affective commitment adalah tingkat
ketertarikatan secara psikologis dengan organisasi berdasarkan seberapa baik
perasaan mengenai organisasi. Komitmen dalam jenis ini muncul dan berkembang
oleh dorongan adanya kenyamanan, keamanan, dan manfaat lain yang dirasakan
dalam suatu organisasi yang tidak diperolehnya dari tempat atau organisasi yang
lain. Semakin nyaman dan tinggi manfaatnya yang dirasakan oleh anggota, semakin
tinggi komitmen seseorang pada organisasi yang dipilihnya.
2) Continuance commitment dapat
didefenisikan sebagai keterikatan anggota secara psikologis pada organisasi
karena biaya yang dia tanggung sebagai konsekuensi keluar organisasi. Dalam
kaitannya dengan ini anggota akan mengalkulasi manfaat dan pengorbanan atas
keterlibatan dalam atau menjadi anggota
suatu organisasi. Anggota akan cenderung memiliki daya tahan atau komitmen yang
tinggi dalam keanggotaan jika pengorbanan akibat keluar dari organisasi semakin
tinggi.
3) Normative commitment adalah keterikatan
anggota secara psikologis dengan organisasi karena kewajiban moral untuk
memelihara hubungan dengan organisasi. Dalam kaitannya dengan ini sesuatu yang
mendorong anggota untuk tetap berada dan memberikan sumbangan pada keberadaan
suatu organisasi, baik materi maupun non materi. Dengan adanya kewajiban moral
seseorang akan merasa tidak nyaman dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu.
Menurut
Kanter ada tiga bentuk komitmen organisasional, yaitu :
1) Komitmen
berkesinambungan (continuence commitment), yaitu komitmen yang
berhubungan dengan dedikasi anggota dalam melangsungkan kehidupan organisasi
dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi.
2) Komitmen
terpadu (cohesion commitment), yaitu
komitmen anggota terhadap organisasi sebagai akibat adanya hubungan sosial
dengan anggota lain di dalam organisasi. Ini terjadi karena karyawan percaya
bahwa norma-norma yang dianut organisasi merupakan norma-norma yang bermanfaat.
3) Komitmen
terkontrol (control commitment),
yaitu komitmen anggota pada norma organisasi yang memberikan perilaku ke arah
yang diinginkannya. Norma-norma yang dimiliki organisasi sesuai dan mampu
memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkan.[7]
Dari tiga pendapat di atas, baik pendapat Meyer, Summers dan
Acito maupun Kanter memiliki pendapat yang sama bahwa komitmen organisasional
di kelompokkan menjadi tiga, hanya istilahnya saja yang berbeda. Spector,
Summers dan Acito memberi nama tiga kelompok itu sebagai : a) affective commitment, b) Continuance commitment, c) Normative
commitment sedangkan Kanter mengelompokkan komitmen organisasional menjadi
: a) Continuance commitmen, b) Cohesion
commitment, c) Control Commitment.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen karyawan pada organisasi ditentukan oleh sejumlah
faktor. Menurut Steers ada tiga faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1) Ciri
pribadi pekerjaan, termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan.
2) Ciri
pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan
sekerja
3) Pengalaman
kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerja-pekerja
lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya sebagai organisasi.[8]
Sedangkan David mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi
komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1) Faktor
personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja,
kepribadian.
2) Karakteristik
pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, konflik peran
dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.
3) Karakteristik
struktur, misalnya besar/kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti
sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerjaan dan tingkat
pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.
4) Pengalaman
kerja, pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen
karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan
karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki
komitmen yang berlainan.[9]
Stum mengemukakan ada lima faktor yang berpengaruh terhadap
komitmen, yaitu :
1) Budaya
keterbukaan
2) Kepuasan
kerja
3) Kesempatan
personal untuk berkembang
4) Arah
organisasi
5) Penghargaan
kerja yang sesuai dengan kebutuhan[10]
Sedangkan Young mengemukakan ada delapan faktor yang secara
positif berpengaruh terhadap komitmen:
1) Kepuasan
terhadap promosi
2) Karakteristik
pekerjaan
3) Komunikasi
4) Kepuasaan
terhadap kepemimpinan
5) Pertukaran
ekstrinsik
6) Pertukaran
intrinsik
7) Imbalan
ekstrinsik
8) Imbalan
intrinsik[11]
Selain itu Steers dan Porter mengemukakan ada sejumlah faktor
yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu:
1) Faktor
personal yang meliputi job expectations,
psycological contract, job choice factors, karakteristik personal, keseluruhan faktor ini akan
membentuk komitmen awal.
2) Faktor
organisasi, meliputi initial work experience,
job scope, supervision, goal consistency
organisazional. Semua faktor itu akan
membentuk atau memunculkan tanggung jawab.
3) Faktor
non organisasional, yang meliputi availability of alternative jobs. Faktor yang bukan berasal dari
organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan lain. Jika ada dan lebih
baik, tentu karyawan akan meninggalkannya.[12]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen adalah :
1) Faktor
personal
2) Faktor
organisasional
3) Faktor
non organisasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar